Rabu, 24 Agustus 2016

Inilah Bangunan Sisa Zaman Penjajah di Kabupaten Pangandaran

Inilah Bangunan Sisa Zaman Penjajah di Kabupaten Pangandaran

Inilah Bangunan Sisa Zaman Penjajah di Kabupaten Pangandaran
Fhoto & ref. dari news.mypangandaran.com

Wisata Pangandaran Jawa Barat │ Inilah Bangunan-bangunan Sisa Zaman Penjajah di Kabupaten Pangandaran yang harus sobat ketahui, pastinya dari setiap tempat tentu akan menyimpan Sejarah, tidak terkecuali dengan Kabupaten Pangandaran ini. Yang menjadi salah satu saksi sejarah tentunya seperti bangunan-bangunan yang masih ada hingga saat ini, yang menjadi saksi bisu tentang adanya cerita masa lalu. Mari kita simak bersama tentang apa saja sisa peninggalan zaman Penjajah di Kabupaten Pangandaran berikut ini adalan bangunan masih berwujud hingga saat ini:

1. Gedung Uyeng

Dari namanya Gedung Uyeng merupakan rumah milik keluarga Pak Uyeng Warga Keturunan Cina yang tinggal di Pangandaran sejak tahun 1965, informasi dari penjaga gedung Uyeng Pak Uyeng sendiri berprofesi sebagai seorang guru di Pangandaran Dia membeli bangunan ini dari seseorang keturunan belanda.

Bangunan berarsitektur Belanda di jalan Raya Babakan KM.1 memang selalu menjadi misteri, Gedung Uyeng Begitu warga Pangandaran menyebutnya, bangunan yang selalu terlihat angker dan menyeramkan,kondisi dinding yang retak-retak ditambah property dan peralatan rumah tangga yang sudah tua membuat warga enggan main-main di sekitar bangunan itu.

Sepeninggal Pak Uyeng Gedung Uyeng sudah tidak terawat lagi,anak-anaknya yang tinggal di kota Bandung sepertinya tidak ada waktu untuk memelihara rumah peninggalan kakek moyangnya itu, akhirnya Cicit Pak Uyeng atau keturunan kelima keluarga Pak Uyeng menjual rumah Kakek moyangnya itu ke pada keluarga Susi Pujiastuti, pemilik maskapai Susi Air. Dari bentuk bangunan yang dipertahankan keasliannya itu, Saat ini keberadaan Gedung Uyeng di Jalan Raya Babakan KM.1 Pangandaran sering digunakan untuk keperluan Shooting Film Kolosal atau pengambilan Photo Prewedding oleh para Photografer.

Bangunan berarsistektur Belanda ini terletak di Dusun Bojongsari tepatnya di Jalan Babakan KM 0.5 Pangandaran. Bangunan yang sudah terlihat tua ini pun terkesan Angker. Sejak tanahnya di beli oleh pengusaha Susi Puji Hastuti, bangunan ini terlihat lebih cantik dan nyaman walaupun suasana sepi masih sangat terlihat akibat dikelilingi tanah kosong yang luas, buat anda yang pernah makan di Yans Seafood Pangandaran, gedung ini terletak tepat diseberangnya. Beberapa Photografer lebih suka melakukan hunting di tempat ini. Ditempat ini juga sering dipakai Syuting film laga pada era 90-an


2. Jalur Kereta Api Banjar - Cijulang

Jalur kereta api ini, menghubungkan kota-kota kecamatan di kawasan Ciamis selatan yang sekarang masuk dalam administrasi Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, dan Kota Banjar. Adapun kota-kota yang dihubungkan dengan jalur kereta api ini yakni Banjar-Banjarsari-Padaherang-Kalipucang-Ciputrapinggan-Pangandaran-Parigi dan berakhir di Cijulang.

Pembangunan jalur kereta api ini diusulkan oleh pihak swasta pada masa pemerintah Hindia Belanda. Terdapat berbagai argumentasi tentang perlunya dibangun jalur kereta api ini, yakni sebagai berikut:

Pada tahun 1898, F.J Nellensteyn mengajukan konsesi pembangunan trem penghubung Pameungpeuk-Rancaherang-Klapagenep-Cijulang-Parigi-Cikembulan-Kalipucang-Padaherang-Banjar. Konsesi tersebut diterima pemerintah, tetapi Nellensteyn sendiri tak mengerjakan proyek yang diajukan itu.

Pada tahun yang sama, usul datang dari H.J Stroband. Ia mengajukan konsesi pembangunan trem uap dengan jalur yang lebih pendek dari usulan Nellensteyn, yaitu Banjar-Banjarsari-Kalipucang-Cikembulan-Parigi-Cijulang. Namun, usulannya ditolak pemerintah.

Kemudian Eekhout van Pabst dan Lawick van Pabst. Akan tetapi, seperti usul sebelumnya, usul Eekhout dan van Pabst pun tidak ditindaklanjuti.

Latar belakang dari pengajuan pembangunan jalur kereta-api tersebut dilatarbelakangi kepentingan ekonomi. Di sekitar Banjar terdapat banyak perkebunan yang sangat memerlukan sarana transportasi memadai untuk proses pengangkutan. Di antara perkebunan itu adalah perkebunan Lawang Blengbeng, Leuweung Kolot I, Leuweung Kolot II, Bantardawa I, Bantardawa II, Cikaso I, Cikaso II, Banjarsari I, dan Banjarsari II. Semua perkebunan itu milik kalangan swasta dari Eropa.

Di samping itu, hasil pertanian yang melimpah di Priangan tenggara dan lembah Parigi merupakan pertimbangan lain di balik usul pembangunan jalur tersebut. Di kawasan itu banyak padi hasil panen petani yang sudah disimpan lebih dari enam tahun karena kesulitan dalam pengangkutan ke luar daerah. Ditambah lagi, seperti dikemukakan van Pabst, di sepanjang jalur Banjar-Cijulang banyak tanah yang bisa dimanfaatkan sebagai sawah dan tegal.

Selama ini hasil perkebunan dan pertanian dari Banjar hingga Parigi itu diangkut melalui jalur darat (roda) atau sungai (perahu) menuju Cilacap (Jawa Tengah). Pengangkutan dengan cara ini membutuhkan waktu lama dan berbiaya tinggi. Dengan pembangunan jalur kereta di daerah tersebut, diharapkan hasil pertanian dan perkebunan bisa diangkut dengan cepat ke Banjar dan dari Banjar ke Cilacap.

Pada akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20 Cilacap merupakan salah satu pelabuhan paling ramai di Pulau Jawa dan satu-satunya di pesisir selatan Pulau Jawa. Pada masa itu produk pertanian dan perkebunan dari beberapa daerah di Jawa Tengah dan Priangan dikapalkan ke luar negeri melalui pelabuhan ini

Jalur kereta api ini, menghubungkan kecamatan-kecamatan yang berada di Ciamis Selatan pada massa nya. Pembangunan jalur kereta api ini dibangun pada masa pemerintahan hindia belanda pada tahun 1898 atas usulan F . J Nellensteyn. Pembangunan jalur kereta api ini dilatarbelakangi kepentingan ekonomi , karena dahulu di sekitar Banjar terdapat banyak perkebunan yang sangat memerlukan sarana transportasi memadai untuk proses pengangkutan. Semua perkebunan di Wilayah Ciamis selatan merupakan perkebunan milik kalangan swasta dari Eropa. Jalur Kereta Cijulang Pangandaran Banjar

3. Terowongan Wilhemina

Terowongan ini merupakan terowongan terpanjang di Indonesia, terowongan yang di bangun sejak zaman belanda ini terletak di Kecamatan Kalipucang. Namun akibat dihentikannya jalur Banjar Cijulang kini kondisinyapun sangat memperihatinkan, rel didalamnya sudah hilang entah kemana. Terowongannya pun dipenuhi rumput dan semak belukar dan terkesan angker.
Wihelmina

Dimanakah terowongan kereta api terpanjang di Indonesia? Rekor itu sampai saat ini masih dipegang oleh Terowongan Wilhelmina yang memiliki panjang terowongan mencapai 1.208 meter. Terowongan Wilhelmina merupakan salah satu terowongan kereta api jurusan Banjar-Cijulang (82 km) yang melintasi Pangandaran.

Jalur Kereta Api ini mempunyai banyak jembatan dan 3 terowongan yakni Terowongan Hendrik (100 m), Terowongan Juliana (250 m), dan Terowongan Wilhelmina sebagai yang terpanjang. Terowongan ini menembus bukit kapur di bawah Desa Empak dan Bagolo di Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Terowongan Wilhelmina dibangun oleh perusahaan kereta api zaman Belanda, SS (Staats Spoorwegen) pada tahun 1914 dan mulai digunakan pada 1 Januari 1921. Nama Wilhelmina diambil dari nama seorang ratu dari Kerajaan Belanda yang memiliki nama lengkap Wilhelmina Helena Pauline Maria. Wilhelmina menjadi Ratu Kerajaan Belanda pada tahun 1890 hingga 1948.

Masyarakat setempat sering menyebut terowongan Wilhelmina dengan sebutan terowongan Sumber. Hingga pada 3 Pebruari 1981, dikarenakan matinya jalur kereta api Banjar-Cijulang maka mati pula terowongan ini dan tidak digunakan lagi.  Alasannya adalah karena mahalnya biaya operasional dan sedikitnya pemasukan dari para penumpang kereta api di jalur itu.

Namun tahukah Anda sejarah menarik dan misterius dibalik pembangunan jalur kerata api ini?
Pembangunan terowongan Wilhelmina telah menyisakan kisah-kisah seru dan menyedihkan. Konon, pada tahun 1916, penggalian terowongan dan jembatan di daerah ini sempat terhenti karena tidak ada tenaga ahli yang mau bekerja di tempat ini.

Mereka beralasan selain medannya sulit, ada banyak pekerja yang meninggal karena tiba-tiba jatuh sakit. Namun, perusahaan kereta api Belanda terus berusaha menyelesaikan pembangunan jalur ini, sebab jalur ini sangat penting untuk mengangkut hasil bumi berupa kopra yang berlimpah di daerah tersebut.

Pembangunan jalur kereta api Banjar-Cijulang diusulkan oleh pihak swasta pada masa pemerintah Hindia Belanda. Terdapat berbagai argumentasi dan perdebatan tentang perlunya dibangun jalur kereta api ini. Latar belakang dari pengajuan pembangunan jalur kereta api tersebut yaitu kepentingan ekonomi. Di sekitar Banjar terdapat banyak perkebunan yang sangat memerlukan sarana transportasi memadai untuk proses pengangkutan. Semua perkebunan itu milik kalangan swasta dari Eropa.

Di samping itu, hasil pertanian yang melimpah di Priangan tenggara dan lembah Parigi merupakan pertimbangan lain di balik usul pembangunan jalur tersebut. Di kawasan itu banyak padi hasil panen petani yang sudah disimpan lebih dari enam tahun karena kesulitan dalam pengangkutan ke luar daerah. Ditambah lagi, di sepanjang jalur Banjar-Cijulang banyak tanah yang bisa dimanfaatkan sebagai sawah dan tegal.

Keberadaan jalur kereta api ini akhirnya menjadi tulang punggung sarana transportasi di wilayah Kabupaten Ciamis khususnya kawasan Banjar hingga Cijulang dan sekitarnya hingga dekade 1980-an.

Terowongan Wilhemina sangat lurus dan panjang. Dari ujung terowongan satu, kita bisa melihat ujung terowongan yang lain, berupa setitik cahaya. Saat berada di dalam terowongan yang gelap dan panjang, tak terbayangkan betapa beratnya pekerja memahat batuan keras sepanjang satu kilometer lebih ini.

Selain melewati terowongan, jalur ini juga melewati beberapa jembatan layang yang tinggi dan panjang, salah satunya jembatan Cikacepit. Jembatan ini juga menjadi mahakarya yang sangat mengagumkan. Jembatan seolah-olah menggantung di awang-awang.

Jembatan Cikacepit ini mempunyai panjang ±290 m dengan lebar 1.70 m dengan tinggi dari permukaan tanah sekitar 100 m tanpa pelindung di kiri-kanan jembatan. Pelindung untuk orang yang menyebrang justru adanya di bawah, sehingga orang harus meniti tangga lebih dulu.

Jalur ini dulu merupakan jalur yang sibuk. Panorama jalur ini sangat indah mulai dari pegunungan hingga laut. Setelah pada akhirnya ditutup, jalur ini sempat diperbaiki dan berberapa lokomotif seperti BB300 dan D301 sempat lewat jalur ini. Namun kemudian ditutup lagi saat krisis ekonomi yang melanda seluruh Asia. jalur dan bantalan yang baru pasang pun dibongkar.

Kini, kondisi terowongan ini sudah sangat memprihatinkan. Rel didalamnya sudah hilang, banyak rembesan air dan dipenuhi dengan rumput dan semak belukar. Padahal terowongan ini merupakan bukti sejarah yang seharusnya tetap terjaga. Selain menjadi bukti sejarah, terowongan ini juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat wisata sejarah.

4. Stasiun Kereta Api Pangandaran

Stasiun ini dibangun sejak tahun 1921, merupakan Stasiun tersibuk di Kabupaten Pangandaraan saat itu. Karena tempat transit penumpang dan pengangkutan barang serta rempah-rempah dari hasil perkebunan di Kecamatan Banjar, Banjarsari, Padaherang, Kalipucang, Cijulang dan Parigi.
Stasion Pangandaran

Stasiun Pangandaran merupakan stasiun kereta api yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Pangandaran, Kecamatan Pangandaran. Stasiun ini dibangun pada tahun 1921, Stasiun dan jalur ini sudah di nonaktifkan sejak tahun 1984. Kondisi bangunan stasiun masih kokoh berdiri walaupun sudah dikelilingi semak-semak dan pepohonan. Pada tahun 1997, stasiun dan jalur ini sempat diaktifkan dan dilewati berberapa lokomotif seperti BB300 dan D301. Namun akhirnya jalur BANCI (Banjar - Cijulang) ini ditutup kembali saat krisis ekonomi yang melanda seluruh Asia.

5. Rumah Belanda

Rumah yang ini merupakan rumah yang dibangun oleh orang Belanda saat itu, namun kini kondisi nya sudah rusak parah karena tidak terurus. Rumah yang terletak di desa Paledah Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran ini pernah menjadi tempat menginap pihak Belanda ketika akan menyebrang ke Sungai Citanduy untuk memantau perkebunan di Jawa Tengah.

Rumah Peninggalan Belanda Desa Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran ini nampak masih berdiri kokoh. Bangunan tua yang di dirikan pada masa penjajahan Belanda ini memang masih utuh, jika mengunjungi bangunan tua ini anda juga bisa melihat barang-barang antik (barang kuno) seperti lemari, piring, cangkir dll, yang masih sangat terawat.

6. Goa Jepang

Gua Jepang di Kawasan Cagar Alam Pangandaran di buat Periode (1941-1945), saat itu Balatentara Dai Nippon menduduki seluruh pulau Jawa dan Madura, pembangunan Gua jepang ini di lakukan oleh para pekerja paksa (Romusa) selama ± 1 tahun, dan sampai sekarang gua jepang di kawasan Cagar Alam Pangandaran belum pernah di renovasi, jadi masih nampak keasliannya.

Gua jepang yang berada di kawasan Cagar Alam Pangandaran, terbuat dari tembok beton yang sengaja di timbun tanah sebagai benteng pertahanan tentara Dai Nippon (Jepang), dengan lubang-lubang pengintai menghadap ke arah laut, hal itu di maksudkan untuk mengawasi pendaratan dari pihak sekutu Belanda.

Ada 3 gua jepang di kawasan Cagar Alam Pangandaran, salah satunya memiliki kedalaman 10 meter dengan lubang -lubang pengintai sekitar 1 meter.

Sebagai Informasi sampai sekarang, setiap tanggal 17 agustus selalu di adakan upacara khusus yang dilakukan oleh warga Jepang yang tinggal di sekitar Pangandaran, upacara tersebut biasanya berupa ritual-ritual khusus sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur orang jepang.

Goa jepang terletak di Cagar Alam Pantai Pangandaran, goa yang dibangun oleh pemerintah jepang pada tahun 1941-1945 bertujuan untuk memantau atau mengawasi pendaratan pihak Belanda di Pantai Pangandaran. Setiap tanggal 17 Agustus warga Jepang yang berada di Pangandaran melakukan upacara khusus sebagai tanda penghormatan terhadap nenek moyang nya.
Goa Jepang

Sebenarnya masih banyak tempat-tempat dan bangun sejarah yang belum terkuak di Kabupaten Pangandaran. Semoga memberikan pengetahuan dan wawasan kita semua.

Terima kasih atas kunjungannya !

Tidak ada komentar: