OBJEK WISATA BENDUNGAN JATI GEDE DAN SEJARAH SUMEDANG
BENDUNGAN JATI GEDE |
Wisata Bandung Jawa Barat │ Tidak Sedikit yang yakin bahwa Gunung Lingga yg berlokasi di Desa Cimarga, Kec. Darmaraja, Kabupaten. Sumedang yaitu sebagai tempat yang sangat keramat. Di area itu, konon, Prabu Tajimalela, Raja Sumedanglarang menghilang alias ngahyang. Diawal Mulanya, Prabu Tajimalela mewariskan kerajaannya (yg serta populer dgn nama Himbar Buana) terhadap seseorang putranya, Prabu Gajah Agung.
Sebelum bernama Sumedanglarang, kerajaan tersebut bernama Tembong Gede & diperintah oleh tokoh bernama Guru Aji Putih. Tokoh ini, disebut-sebut tetap mempunyai pertalian kekerabatan bersama Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi I).
Nama Sumedanglarang, menurut sahibul hikayat, bermula dari kalimat yg diucapkan Prabu Tajimalela : insun medal madangan (saya lahir di ruang ini). Seiring perkembangan era, kalimat itu selanjutnya beralih jadi Sumedanglarang. Belakangan, kata “larang” yg berada di belakang Sumedang dihilangkan.
Lantas, betulkah Tajimalela bersemayam di Gunung Lingga? Narasi itu, sebenarnya susah diakui. Terlebih, bukti-bukti suporter narasi itu benar benar minim. Bahwa di puncak Gunung Lingga benar-benar terdapat menhir, itu betul. Bakal tapi, pertanyaan apakah menhir itu ada kaitannya bersama Prabu Tajimalela, sejauh ini hal itu tetap jadi misteri.
**
TERLEPAS benar atau tidaknya narasi itu, yg terang jangka waktu dekat, Gunung Lingga akan kehadiran “penghuni” baru. Situs-situs makam kuno di daerah genangan Bendung Jatigede akan dipindahkan ke sana. Bersama begitu, masyarakat Sumedang tak “kehilangan” karuhun-nya, sesudah projek Bendung Jatigede terealisasi.
Mengapa dipindahkan ke Gunung Lingga? Argumen utamanya dikarenakan gunung itu tak termasuk juga daerah genangan Bendung Jatigede. “Alasan” yang lain, biar para karuhun urang Sumedang sanggup “berkumpul” bersama Prabu Tajimalela.
Soal pemindahan situs di Jatigede ke Gunung Lingga itu diungkapkan Kepala Seksi Kepurbakalaan & Permuseuman Bagian Kebudayaan terhadap Lembaga Pariwisata & Kebudayaan Propinsi jabar Drs. Edi Sunarto, belum lama ini. Menurut ia, di kawasan Jatigede, sedikitnya ada 64 situs yg butuh diselamatkan.
“Situs-situs yg dapat terendam, sebahagian yaitu peninggalan periode prasejarah & musim Kerajaan Tembong Gede atau Sumedanglarang. Sebahagian lagi, makam leluhur pendiri desa setempat,” jelasnya.
Dia menyampaikan, lahan yg disediakan buat pemindahan situs-situs tersebut seluas 3 hektare. Site plan-nya telah rampung. Kendati begitu, sampai sekarang, upaya pemindahan itu masihlah mengundang pro-kontra di kalangan penduduk.
Oleh lantaran itu, sampai waktu ini, pemerintah masihlah berfokus terhadap pendekatan terhadap warga biar ide itu di terima. Dirinya optimistis, upaya itu cepat menghasilkan hasil positif & terhadap hasilnya, semua situs bisa dipindahkan sebelum thn 2011.
Memindahkan situs di genangan Bendung Jatigede itu, sebenarnya, tidak semata keingingan Instansi Pariwisata & Kebudayaan jabar. Terhadap th 1994, pengurus Yayasan Pangeran Geusan Ulun Sumedang H. Djamhir Sumawilaga (saat ini telah wafat dunia), dalam percakapannya bersama “PR”, telah mengatakan hal tersebut.
Saat itu, Djamhir memercayai, tertundanya pembangunan Bendung Jatigede itu dikarenakan situs karuhun di Darmaraja & sekitarnya belum dipindahkan. Seandainya semua telah dipindahkan, dia yakin pembangunan Bendung Jatigede takkan menemui rintangan. Aspek itu, tutur dirinya, tentang dgn tata krama kepada karuhun. “Masa, karuhun kita dapat dibiarkan kakeueum?” ujarnya.
Berdasarkan pemantauan “PR”, upaya relokasi telah dimulai Unit Pekerjaan (Satgas) Penanganan & Percepatan Relokasi Situs/Cagar Budaya di Jatigede. Baru lima situs yg diekskavasi.
“Upaya eskavasi lima situs ditargetkan tuntas akhir thn ini,” kata Ketua Satgas Nunun Nurhayati pada jurnalis, di Bandung, belum lama ini.
Nunun menuturkan, ekskavasi kepada kelima situs itu tak enteng. Mula-mula, kata beliau, pihaknya mesti mengidentifikasi & mengobservasi situs dengan cara seksama. Bersama begitu, mereka memperoleh kiat atau mengetahui susunan situs itu biar tidak beralih. Dalam mengekskavasi, kata beliau, satgas memakai pendekatan ritual warga setempat.
**
Benndungan Jatigede di harapkan dapat meningkatkan perekonomian warga, terutama yg tinggal di seputar bendungan. Tidak cuma yg tinggal di wilayah Sumedang, tapi pun di luar Sumedang. Sungai yg dapat di bendung yakni Sungai Cimanuk. Rencananya, bendungan ini dapat dibangun di Kampung Jatigede Kulon, Desa Cijeungjing. Peta lokasi dibawah ini :
Ide pembangunan bendungan, sebenarnya muncul kepada thn 1963. Sejak itu, pemerintah menggelar serangkaian studi banding buat menyaksikan sejauh mana manfaat bendungan tersebut. Berdasarkan catatan, studi banding itu, antara lain, dilakukan oleh Consultan Coyne et Billick (1967), Nedeco-SMEC (1973), & SMEC (1978-1980). Akhirnya : pembangunan Bendung Jatigede, benar-benar mempunyai nilai hemat yg tinggi.
Menilik hasil itu, seterusnya, sejak thn 1984, pemerintah membebaskan tanah masyarakat. Ribuan masyarakat di tiga kecamatan yg bakal terendam –Wado, Cadasngampar & Darmaraja– diberikan duit ubah rugi. Kemudian, sebahagian dari mereka mengikuti acara transmigrasi keluar Jawa, ada serta yg ikut acara bedol desa ke wilayah terdekat ke Arinem (Kabupaten. Garut) atau ke wilayah lain Kabupaten. Sumedang.
Jika menonton rentang kala sejak munculnya konsep pembangunan, sejatinya, bendung itu telah selesai, saat ini. Bayangkan saja, telah 46 thn! Tapi, entah mengapa, hingga kini Bendung Jatigede belum pun mewujud.
Ketidakpastian itu, sekarang ini menimbulkan berbagai masalah. Salah satunya : penduduk yg lalu menerima duit pindai rugi, tidak sedikit yg pulang kampung. Mereka membangun hunian di tempatnya dahulu & kembali menggunakan lahan utk mencari penghidupan. Pemerintah pernah lagi bingung utk mengatasinya.
Belakangan, diperoleh info, dana pembangunan Bendung Jatigede itu telah sedia sesudah pemerintah pusat menerima pertolongan pinjeman dari Cina & Jepang. Apabila demikian, apakah Bendung Jatigede bakal cepat mewujud? Kita saksikan saja!
**
KEMBALI pada persoalan situs, menurut Edi Sunarto, di kawasan itu, seluruh terdapat dua puluh lima kompleks makam kuno, menyebar di Kec. Darmaraja & Kec. Wado.
Data itu sama dgn data yg dikeluarkan Balai Arkeologi Bandung & penelusuran Sejarawan Nina Herlina Lubis. Di kawasan tersebut, ditemukan punden berundak & arca peninggalan periode dulu.
Menurut Nina, situs di Jatigede itu, sebahagian yaitu peninggalan periode prasejarah, musim Kerajaan Tembong Agung (cikal dapat Sumedanglarang), & makam leluhur pendiri desa. Bakal tapi, ada serta situs yg tak didapati asal-usulnya.
Dengan Cara arkeologis, kata ia, peninggalan-peninggalan itu memperlihatkan adanya transformasi dari musim prasejarah (musim sebelum dikenal tulisan) ke musim peristiwa(musim sesudah dikenal tulisan). Menjadi, menurut dirinya, makam kuno yg tergolong budaya megalit itu merupakan warisan prasejarah yg konsisten diperlukan terhadap musim peristiwa.
Salah satu situs di Jatigede yg sewaktu ini memang lah dijaga & dikeramatkan warga yakni situs Tanjungsari. situs ini berupa kompleks makam kuno Embah H. Dalem Santapura Badan Intelijen Negara Betara Sakti, penyebar agama Islam di Darmaraja, berikut enam makam putranya. situs tersebut berlokasi di Dusun Kebon Tiwu, Desa Cibogo, Kec. Darmaraja.
“Di tempat ini, pun terdapat makam Demang Patih Mangkupraja, Patih Sumedang semasa Pangeran Kornel, & makam-makam para juru kunci, berikut sumur kuno yg dinamakan Cikahuripan,” kata Edi.
Tidak Hanya itu, ada pun situs Astana Agung Cipeueut di Kp. Cipeueut, Desa Cipaku, Kec. Darmaraja. situs tersebut berupa makam Prabu Lembu gede (Raja Sumedanglarang), Embah Jalul, & istri Prabu Lembu Agung. Ada lagi situs makam Ratu Ratna Inten Nawangwulan, makam Prabu Aji Putih, & makam Resi Agung.
Tidak Cuma itu, terdapat pun situs Pasir Limus sbg kompleks makam Kuno Eyang Jamanggala, Eyang Istri Ratna Komala Inten, Eyang Jayaraksa (Eyang Kelak), & makam lain.
disebelah timur, ke-2 makam ini terdapat monolit. Diduga, ada tatanan batu menempa bangunan berundak. Makam ini dinamakan pun petilasan Tilem.
**
Apabila proses ekskavasi & pemindahan telah selesai, sehingga situs-situs & “penghuninya” itu bakal berkumpul di Gunung Lingga yg diakui juga sebagai Keraton Prabu Tajimalela. Dari gunung yg tingginya lebih dari seribu meter di atas permukaan laut itu juga, kelak, para karuhun Sumedang bakal “menyaksikan” kawasan yg lalu mereka huni beralih jadi bendungan.
Dulu, gimana perasaan para karuhun itu dikala melihat kawasan Darmaraja & Wado beralih jadi bendungan? Entahlah.
Terima kasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar