Kisah Adipati Panaekan yang Memilukan
Makam Adipati Panaekan di Karangkamulyan |
Wisata Ciamis Jawa Barat │ Di Situs Karangkamulyan terdapat sebuat Situs makam kuno yang kemungkinan tak sezaman dengan situs-situs yang ada dengan yang lainnya. Di Lihat dari wujudnya yg berupa makam, Situs ini berasal dari periode Islam. Makam tersebut konon yaitu Makam Adipati Panaekan. Siapakah tokoh ini?, Bagaimana perjalanan hidupnya?, Kenapa dimakamkan di sana?
Beginilah tentang ceritanya :
Sesudah runtuhnya Kawali sebagaimana pusat kerajaan Galuh pada tahun 1570 M, sehingga berdampak muncul sekian banyak pusat kekuasaan baru yang tetap mempertahankan corak Hindu. Salah satunya di Salawe, Cimaragas, Ciamis selatan, yang mana tidak jarang dinamakan Kerajaan Galuh Salawe. Rajanya bernama Prabu Maharaja Sanghiyang Cipta dari kerajaan Galuh.
Konon, kerajaan ini berasal dari Kerajaan Galuh Pangauban yang telah didirikan oleh Prabu Haur Kuning di Putrapinggan Kalipucang (diperkirakan sekitar tahun 1530 M). Raja ini mempunyai tiga orang putra yaitu yang bernama Maharaja Upama, Maharaja Sanghyang Cipta dan Sareuseupan Agung.
Yang Merupakan anak tertua, yaitu Maharaja Upama mewarisi kerajaan Galuh Pangauban dari ayahnya. Maharaja Sanghyang Cipta dikasih wilayah Salawe (Cimaragas) yang mendirikan Kerajaan Galuh Salawe. Sedangkan Sareuseupan Agung jadi raja di wilayah Cijulang.
Kemudian, pada sekitar akhir abad 16, pengaruh politik Kesultanan Mataram hingga ke Priangan. Biarpun demikian, kerajaan-kerajaan di Priangan merupakan kerajaan mandiri, belum jadi sektor pemerintahan Mataram. Ini dicirikhaskan para penguasanya yang tetap memakai gelar Prabu ataau sebagai Maharaja.
Pasca Prabu Maharaja Sanghiyang Cipta meninggal, wilayahnya terbagi jadi tiga, merupakan : Galuh Gara Tengah (pusatnya di Gara Tengah, Cineam, Tasik) yang telah dipimpin anak keduanya bernama Prabu Cipta Permana.
Ke-2, Kertabumi (pusatnya berada di Dusun Bunder, Cijeungjing) yg dipimpin oleh Rangga Permana, menantu Prabu Maharaja Sanghiyang Cipta (keponakan Prabu Gesan Ulun dari Kerajaan Sumedanglarang) yang telah bergelar Prabu di Muntur atau Adipati Kertabumi I. Istrinya, Tanduran Ageung atau Tanduran Gagang yaitu anak tertua Prabu Sanghyang Cipta.
Juga pada Kawasen (Banjarsari kini) bersama rajanya bernama Sanghyang Permana, putra bungsu Prabu Maharaja Sanghiyang Cipta.
Ke-3 kerajaan ini telah bercorak Islam. Cipta Permana sendiri menikah dengan Tanduran Tanjung, putri penguasa Kawali. Dari pernikahan ini lahir Ujang Ngoko, yang pada saat ditunjuk menukar ayahnya juga sebagai penguasa Gara Tengah bergelar Adipati Panaekan. Dirinya berkuasa sekitar tahun 1618-1625.
Sehingga diwaktu itu, kerajaan-kerajaan di tatar Galuh telah turun status jadi sebagai " setingkat Kab. " Gelar pemimpinnya juga tak lagi prabu atau maharaja, namun cuma Adipati.
Panaekan diangkat jadi Wedana Bupati Mataram di tatar Priangan oleh Sultan Agung yang berkuasa di Mataram sekitar tahun 1613-1645.
Sementara Kertabumi, kala itu, dipimpin oleh Dipati Singaperbangsa (dalam sekian banyak sumber dikatakan bernama Wiraperbangsa). Dirinya yakni cucu Prabu di Muntur, bergelar Dipati Kertabumi III. Sementara kakak Singaperbangsa bernama Natabumi diperistri oleh Panaekan.
Jikalau di lihat dari silsilah, pertalian Dipati Panaekan dengan Singaperbangsa ialah sebagai paman-keponakan. Ayah Panaekan, Prabu Cipta Permana, yakni adik dari Tanduran Ageung, nenek dari Singaperbangsa. Namun lantaran Panaekan serta menikahi kakak Singaperbangsa, keduanya pun adalah saudara ipar.
Walaupun demikian, kelihatannya pertalian di antara mereka tak demikian bagus dalam kekeluargaan. Dalam faktor politik, Singaperbangsa lebih dipengaruhi oleh Sumedanglarang, negara asal sang kakek.
Diwaktu Sultan Agung mulai sejak bersiap buat menyerang VOC di Batavia terhadap th 1625, dirinya memerintahkan bupati-bupati dari priangan utk berpartispasi. Aspek ini menjadikan perbedaan pernyataan di antara para bupati.
Perselisihan makin panas, terutama antara Dipati Panaekan & Singaperbangsa. Panaekan mau secepatnya menyerang, sebelum VOC makin kuat. Sementara, Singaperbangsa berpendapat tambah baik pasukan memperkuat lalu logistik sebelum bertolak menyerang.
Puncaknya, Panaekan terbunuh sekitar tahun 1625. Jenazah Sang Wadana Bupati dihanyutkan ke sungai Cimuntur. Sesudah ditemukan oleh pengikutnya, selanjutnya dimakamkan di Situs Karangkamulyan. Panaekan digantikan oleh putranya yg bernama Ujang Purba, yang telah bergelar Dipati Imbanagara (tahun 1625-1636).
Konon, dikarenakan sejarah tersebut Singaperbangsa seterusnya memindahkan Kertabumi ke Bojonglopang, yaitu Banjar Kolot saat ini. Oleh lantaran itu, Kertabumi dinamakan serta Kab Bojonglopang,yakni cikal tentang Kota Banjar Patroman.
Serangan pasukan Mataram ke Batavia dilaksanakan sekitar tahun 1628 dan- 1629, yang kedua-duanya menemui kegagalan. Terhadap serangan ke-2, Dipati Ukur yg memimpin pasukan dari Priangan, yang hasilnya memberontak.
Terima kasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar