Jumat, 03 Juni 2016

Sejarah Ronggeng Gunung Ciamis Yang Masih Ada

Sejarah Ronggeng Gunung Ciamis Yang Masih Ada


Wisata Ciamis Jawa Barat │ Ronggeng Gunung yaitu sebuah kesenian tari yang telah tumbuh & berkembang di wilayah Ciamis Selatan serta Pangandaran, sebagaimana seperti didaerah Panyutran, Ciparakan, Banjarsari, Burujul, Pangandaran & Cijulang. 

Secara umum, kesenian ini nyaris sama dengan ronggeng lainnya. seperti dicirikan dengan tampilan seorang atau lebih penari yang telah di lengkapi dengan gamelan & nyanyian atau kawih pengiring. Penari utamanya seseorang wanita yang telah di lengkapi bersama suatu selendang yang berfungsi sbg kelengkapan dalam menari. Selendang ini serta dipakai untuk menggandeng lawan (pria) buat menari dengan mengalungkan ke lehernya pria tadi. 

Yang sangat membedakannya aura kesakralan yang melatarbelakangi terciptanya kesenian ini. Konon beliau tercipta dari kepedihan hati dari seseorang putri raja yang sedang kehilangan suami yang amat sangat dicintainya serta ada upayanya untuk membalas dendam pada sang pembunuh suaminya. 

Kesenian Ronggeng Gunung

Asal-usul Ronggeng Gunung 

Sejarah Ronggeng Gunung Ciamis, dalam menyangkut asal-usul Ronggeng Gunung ini ada sekian banyak cerita yang telah berkembang. cerita yang pertama, kesenian ini diciptakan oleh Raden Sawunggaling. 

Konon disaat itu kerajaan Galuh dalam suasana kacau dikarenakan serangan musuh maka memaksa Sang Raja mengungsi ke lokasi yang sangat aman. Dalam situasi yang gawat darurat, Raden Sawunggaling datang serta menyelamatkan raja. 

Yang Merupakan ungkapan terima kasih, Raja Galuh seterusnya menikahkan Raden Sawunggaling bersama putrinya. Dikala Raden Sawunggaling naik tahta menukar sang mertua, beliau membuat suatu tarian yang berfungsi sebagai penghibur istana. Penarinya dipilih yang paling pandai dalam menari, bersuara bagus serta berparas cantik jelita. Maka diwaktu itu, penari ronggeng memiliki status terpandang di penduduk. 

Cerita yang ke dua adalah berkaitan satu orang puteri yang ditinggal mati kekasihnya. Demikian bersedihnya, siang dan malam beliau menangis meratapi kematian orang yang telah dicintainya itu. 

Prihatin pada hal tersebut, sekian banyak pemuda datang menghibur. Mereka menari mengelilingi sang puteri sambil menutup hidung dikarenakan bau busuk mayat. Lama-kelamaan, sang puteri serta hasilnya ikut menari & menyanyi bersama suara sedih. Adegan-adegan tersebut tidak sedikit yang menjadi dasar pada gerakan-gerakan pementasan Ronggeng Gunung waktu ini. 

Cerita ke tiga mengisahkan menyangkut Dewi Samboja, puteri Prabu Siliwangi yang bersuamikan Anggalarang. Suami sang Dewi tewas terbunuh oleh bajak laut yang dipimpin oleh Kalasamudra. 

Dewi Samboja amat bersedih dan geram terhadap para bajak laut yang sudah membunuh suaminya tersebut. Mengetahui hal itu, sehingga Prabu Siliwangi memberikan wangsit pada Dewi Samboja. Isinya ialah buat membalas kematian Anggalarang, Dewi Samboja mesti menyamar yang merupakan satu orang penari ronggeng bernama Nini Bogem. 

Dewi Samboja setelah itu mempelajari menari ronggeng serta bela diri. Hingga pada waktunya, sang dewi berkesempatan menari ronggeng di lokasi Kalasamudra. Kalasamudra yang memang tak mengetahui bahwa yang sedang menari bersamanya yaitu Dewi Samboja yang sedang menyamar hingga hasilnya terbunuh, terbalaslah dendam sang dewi. 

Cerita keempat, yang paling ternama serupa dangan cerita ke tiga. Menceritakan menyangkut Raden Anggalarang, putra Prabu Haur Kuning dari Kerajaan Galuh, beristrikan Siti Samboja yang berkeras mendirikan satu buah kerajaan di Pananjung (sekarang jadi Cagar Alam Pananjung). Padahal sang ayah telah memperingatkan bahaya di tempat tersebut lantaran dekat markas perompak. 

Kekhawatiran Prabu Haur Kuning terbukti. Kerajaan Pananjung diserbu oleh para bajak laut yang sedang dipimpin oleh Kalasamudra. Dalam pertempurannya yang sangat tidak seimbang, Raden Anggalarang tewas. Sedang sang istri bisa menyelamatkan diri. 

Dalam pelariannya yang penuh dengan penderitaan, Siti Samboja berganti nama jadi Dewi Rengganis srta menyamar sebagai ronggeng. Selama memendam kepedihan beliau berkelana dari berbagai tempat. Kepedihannya itu dia ungkapkan dalam satu buah kawih sedih : 

Ka mana boboko suling 
Teu kadeuleu-deuleu deui 
Ka mana kabogoh kuring 
Teu Kadeuleu datang deui 

Rasa dendam yang telah menyertai hasilnya membawanya ke lokasi Kalasamudra. Menyamar sebagai ronggeng, berhasilnya membunuh sang bajak laut yang sedang tidak waspada. 

Dari cerita-cerita diatas, bisa dibayangkan bahwa Ronggeng Gunung lahir dari satu buah kepedihan serta dendam. Konon, para pembantu Dewi Rengganis yg ikut menari menutup wajahnya bersama kain sambil memancing musuhnya buat ikut hanyut dalam tarian. Waktu sang musuh tergoda serta ikut ke tengah lingkaran, sebilah pisau menunggu buat ditikamkan. 


Pengantar Upacara Tradisi 

Sejarah Ronggeng Gunung Ciamis, Tidak Cuma juga sebagai hiburan, dulu Ronggeng Gunung pun berfungsi yang merupakan pengantar upacara etika seperti panen raya, perkawinan, khitanan, & penerimaan tamu. 

Sebelum pertunjukan dimulai kebanyakan diadakan ritual & pemberian sesajen supaya pertunjukan terjadi dgn tidak tersendat. Wujud sesajen terdiri dari kue-kue kering tujuh macam & tujuh warna, pisang emas, satu buah cermin, sisir & rokok. 

Penggambaran Dewi Samboja atau Dewi Rengganis nyaris serupa bersama Dewi Sri Pohaci dalam mitologi Sunda yg tentang dgn gerakan bertani. Oleh lantaran itu, tarian Ronggeng Gunung serta melambangkan aktivitas Sang Dewi dalam bercocok tanam, sejak mulai dari turun ke sawah, menanam padi, memanen, hingga hasilnya syukuran sesudah panen. 

Pemain, Peralatan, & Pergelaran 

Sejarah Ronggeng Gunung Ciamis, Beberapa Orang yg tergabung dalam group kesenian Ronggeng Gunung umumnya terdiri dari enam hingga sepuluh orang. Tapi begitu, bakal juga berjalan tukar-menukar atau meminjam pemain dari grup lain. 

Kebanyakan peminjaman pemain berlangsung utk mendapati pesinden lulugu, yakni wanita yg telah berusia agak lanjut, tapi memiliki kebolehan yg teramat gemilang dalam aspek tarik nada. 

Beliau bertugas membawakan lagu-lagu tertentu yg tak bisa dibawakan oleh pesinden biasa. Sedangkan, peralatan musik yg diperlukan buat mengiringi tari Ronggeng Gunung ialah tiga buah ketuk, gong & kendang. 

Terhadap era dulu utk jadi satu orang ronggeng tidaklah enteng. Beliau musti lewat proses panjang & melelahkan. Seseorang ronggeng gunung haruslah perempuan pinilih yg bisa melintasi beragam tahapan latihan berat & lelaku husus yg sudah ditentukan oleh gurunya. 

Diantaranya, sang calon ronggeng mesti tinggal dirumah sang guru selagi 3 bln. Tiap-tiap tengah malam dirinya bakal diajari tembang & menari. & dalam proses tersebut si murid mesti mempunyai daya ingat yg tinggi dikarenakan sang guru tak dapat mengulang pelajaran tersebut hingga 3 hri lamanya. 

Buat melatih nada rata-rata dari lubang hidung hingga kerongkonan “digera” (dimasuki) oleh akar antanan. & utk melatih nafas mesti merendamkan kepala dalam curug sungai di 7 lokasi berlainan buat menguasai mantra atau doa tertentu yg dinamakan uluk-uluk. Bersama menguasainya, sehingga seseorang Ronggeng bakal mempunyai nada keras & nyaring. Kebolehan nada memang lah jadi aset penting satu orang ronggeng gunung dikarenakan kesenian ini digelar tanpamenggunakan sound sistem. 

Tari Ronggeng Gunung dapat digelar di halaman hunian terhadap disaat ada program perkawinan, khitanan atau bahkan di huma (ladang), contohnya saat dibutuhkan buat upacara membajak atau menanam padi ladang. Durasi suatu pementasan Ronggeng Gunung umumnya memakan kala lumayan lama, kadang-kadang baru selesai menjelang subuh. 

Perkembangan 

Sejarah Ronggeng Gunung Ciamis, Perkembangan Ronggeng Gunung kepada musim thn 1904 hingga th 1945, tidak sedikit berjalan pergeseran nilai dalam penyajiannya, contohnya dalam kiat menghormat yg semula bersama merapatkan tangan di dada berganti dgn trik bersalaman. 

Bahkan, hasilnya trik bersalaman ini tidak sedikit disalahgunakan, di mana penari laki laki atau beberapa orang tertentu bukan cuma bersalaman melainkan bertindak makin jauh lagi seperti mencium, meraba dan seterusnya. Bahkan, kadang-kadang penari mampu dipindah ke ruang sepi. 

Sebab tak tepat dgn adat-istiadat, sehingga terhadap th 1948 kesenian Ronggeng Gunung dilarang dipertunjukkan utk umum. Baru terhadap thn 1950 kesenian Ronggeng Gunung dihidupkan kembali dgn sekian banyak pembaruan, baik dalam tarian ataupun dalam pengorganisasiannya maka bisa jadi timbulnya hal-hal negatif bakal dihindarkan. 

Buat mencegah pandangan negatif kepada type tari yg nyaris punah ini diterapkan peraturan-peraturan yg melarang penari & pengibing melaksanakan kontak (sentuhan) serentak. 

Sekian Banyak adegan yg sanggup menjurus pada tindakan negatif seperti mencium atau memegang penari, dilarang sama sekali. Peraturan ini yakni sebuah trik buat menghilangkan pandangan & anggapan penduduk bahwa ronggeng identik dgn wanita yg menyukai menggoda laki laki.

Terima kasih atas kunjungannya, Semoga bermanfaat !

Tidak ada komentar: