Senin, 06 Juni 2016

Asal Usul Kota Banjar Patroman Jawa Barat

Asal Usul Kota Banjar Patroman Jawa Barat

Kota Banjar Patroman Dulu


Alun-alun kota banjar tempoe doeloe
Alun-alun kota banjar tempoe doeloe
Wisata Kota Banjar Jawa Barat │ Dalam sebuah cerita tersebutlah satu orang pemuda pengelana yang berasal dari kerajaan Mataram bernama Adananya. Singkat cerita, dalam sebuah perjalanan pengelanaannya, beliau terpikat oleh sesosok perawan (seorang gadis) yang sangat menawan di suatu kampung bernama Pataruman. Adananya pun langsung melamar sang gadis perawan tersebut kepada ibunya, tetapi ternyata ibunya tak mengizinkan dikarenakan ia telah mengetahui bahwa Adannya seseorang Raja dari Mataram. Beliau merasa sungkan sebab dia hanyalah rakyat biasa yang tap punya apa-apa. akhirnya sanggadis Perawan menawan tersebut ternyata telah berhasil melarikan diri dari hunian ibunya ke arah sebelah barat. 

Dalam pelariannya, gadis perawan tersebut terjerat areuy (tumbuhan yang merambat ke pohon) di hutan belantara, maka kakinya berdarah.Adananya pun tetap mengejarnya, berusaha mengikuti jejak bercak darah sang gadis perawan yang menempel pada areuy. Pada kala itulah Adananya menamai daerah tersebut dengan nama Cibeureum, sebab karena banyak sejumlah bercak darah yang menempel pada areuy sama seperti air yang berwarna merah.

Dikala Adananya sedang mencari sang gadis perawan, datanglah seseorang pemuda rupawan berniat mempermudahnya. Pemuda rupawan itu juga setelah itu mencegat Adananya di sebuah bukit, yang sekarang disebut Tepung Kanjut (dalam bahasa sunda), yang berarti ruangan bertemunya dua orang lelaki. Berjumpa dalam bahasa Sunda dinamakan tepung serta kelamin lelaki dinamakan kanjut. Di lokasi itu, akhirnya Adannya dan pemuda penolong tersebut bertarung adu kesaktian.

ilustrasi pertaungan
ilustrasi pertarungan 
Dalam pertarungan itu, selanjutnya Adananya menyadari bahwa pemuda penolong tersebut bernama Dalem Tambakbaya atau Raden Singaperbangsa yang bergelar Adipati Kertabumi III. Dia merupakan Raja Galuh Kertabumi yang beribukota di Liung Gunung, yang sekarang telah menjadi nama suatu kampung dikecamatan Manonjaya. Adapun Adananya adalah seorang ulama penyebar agama Islam dari Mataram yang sebenarnya bernama Kanduruan Pandusaka Sarikusumah yang nanti dipusarakan di situs Pandusaka Batulawang.

Kembali terhadap kisah pertarungan Adananya Dan Tambakbaya. Di dalam pertarungan itu, kesaktian keduanya seimbang. Hasilnya, keduanya serta kembali mencari sang gadis perawan. Sementara, perawan cantik itu berlari secepat kilat ke arah tenggara. Seterusnya dikejar oleh Adananya & Tambakbaya

Tatkala pengejarannya, Adananya & Tambakbaya adu kecepatan berlari dengan kesaktiannya masing-masing. Sampai di sebuah lokasi. Diwaktu Adananya sedang berdiri (bahasa Sunda : ngadeg ), terkejar Oleh Tambakbaya. Sejak itulah tempat tersebut hingga kini dinamakan Pangadegan. Mungkin Saja berasal dari kata pangudagan, yang berarti ruang untuk mencari seseorang (menguber). 

Adapun gadis perawan yang sedang dikejar mereka, sedang beristirahat lantaran kelelahan. Tapi, saat Adananya dapat menangkapnya, Tambakbaya dgn gerak serta-merta langsung menghalaunya. Ke-2 pemuda itupun seterusnya bertarung kembali. Adannya yang mengeluarkan ilmu pamungkasnya, adalah pukulan saketi. Namun, Tambakbaya bisa menghindar dengan cara menghilang menggunakan ajian halimunan. Maka nampaknya "ngan sajorélat" atau cuma sekejap mata. Lokasi menghilangnya sosok Tambakbaya itulah, yang sekarang telah disebut kampong Jélat. Berasal dari kata sajorélat, yg artinya menghilang sekejap mata atau secepat kilat.

Sementara itu, gadis perawan yang telah dikejar oleh Adananya & Tambakbaya konsisten mengejarnya kembalii. Saat Ini perjalanannya mengarah kembali ke hunian ibunya. Tapi sesampainya di sana, ibunya diketahui telah tak ada. Ternyata ibunya pula turut mencari dikala beliau melarikan diri pada kala itu. Dalam pengejarannya, ibunya pernah berjumpa bersama Adananya yang sedang kaget Melihat Tambakbaya menghilang di kampong Jelat. Serta-merta saja ibu sang gadis perawan tersebut bertanya dalam bahasa Jawa ke Adananya. “ 

Mana laré?”, jelasnya terhadap Adananya

Maksudnya menanyakan ke mana arah lari anaknya. 

“Ke sana, ke arah selatan,” timpal Adananya

Ruang dialog antara Adananya dengan ibunya sang perawan tersebut, sekarang ini disebut kampong Mandalaré, berasal dari Mandala laré , pun dari kata kata sang ibu : mana lare. 

Mengapa sang perawan tak terkejar oleh Adananyadan Tambakbaya? Nyata-nyatanya perawan tersebut mempunyai kesaktian yg lebih tinggi. Dirinya sebenarnya bukan anak sang ibu, namun putri dari kerajaan Galuh yg bernama Ni Nursari

“Gadis itu benar-benar lebih sakti dariku,” gumam Adananya. 

Sesudah itu, Adananya pula ngarandeg (berakhir) untuk beristirahat sejenak. Area perhentian itu selanjutnya dinamai kampong Randegan. Sesaat seterusnya, tibalah Tambakbaya yang ikut serta kelelahan. Tidak Sama bersama jumpa pada awal mulanya, sekarang mereka tak bertarung. Dikarenakan tenaga keduanya sama-sama telah terkuras habis. 

Setelah lama Adananya & Tambakbaya beristirahat di kampung Randegan. Sesudah itu, merekapun kembali mengejar Ni Nursari. Sepanjang jalan mereka tetap berkompetisi pernyataan berkaitan Ni Nursariyang sedang dikejarnya. Adananya masihlah berpendirian mau memperistrinya, sedangkan Tambakbaya masihlah mau meringankan Ni Nursari dari paksaan Adananya. Jalan sepanjang Adananya & Tambakbaya beradu pendapat itulah yang sekarang ini dikenal dgn nama kampung Cikadu. Berasal dari kata papaduan, Yg berarti berselisih pernyataan/pendapat. 

Sementara itu, Ni Nursari lari ke arah utara. Dulu menyeberangi sungai Citanduy. Adananya Dan Tambakbaya pula konsisten mengejarnya, tapi Ni Nursari larinya lebih cepat. Di sebrang sungai, ketiganya pula ngaleungit (menghilang).

Makin lama, sungai Citanduy pula semakin ramai disinggahi para bandar (pedagang) dari kerajaan Galuh & Mataram. Daerah di pinggir sungai Citanduy serta setelah itu dikenal bersama nama kampung Bandar (pedagang atau pusat perniagaan). Makin lama,kampung Bandar pula makin tidak sedikit disinggahi bandar-bandar (para pedagang) dari Mataram. Bahasa yang dimanfaatkan warga juga bercampur, antara bahasa Sunda bersama bahasa Jawa, yg oleh masyarakat setempat disebutnya basa Jawa réang. 

Adapun kampung tempat tinggal Ni Nursari dan  ibu angkatnya tinggal seterusnya disebut kampung 
Bandar Pataruman. Konon kata Pataruman berasal dari kata patarungan, sebagai pangeling-eling atas sejarah pertarungan antara Adananya & Tambakbaya memperebutkan Ni Nursari ketika itu. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa di kampung itu banyakditanami pohon tarum, adalah sejenis tanaman nila yang pada periode kolonial dijadikan tanaman paksa. Maka daerah tersebut dikenal bersama nama pataruman atau ruangan tarum. 

Makin lama, kampong Bandar Pataruman pula makin ramai disinggahi para pedagang dari kerajaan Galuh & Mataram. Di antara para pedagang itu banyak berjodoh bersama masyarakat setempat dan banyak juga  yng telah bermukim. Nama Bandar Pataruman serta beralih jadi nama Banjar Patroman, lantaran pada saat itu tidak sedikit diucapkan salah oleh pendatang dari Mataram. Tapi, adakalanya kampung BanjarPatroman pula dinamakan Banjar saja. Saat Ini, kampong Banjar yg letaknya dipinggir sungai Citanduy itu telah berkembang jadi suatu kota yang membatasi wilayah antara Propinsi Jawa Barat & Propinsi Jawa Tengah.

Terima kasih atas kunjungannya, semoga ada bermanfaatnya!

Tidak ada komentar: